Yang lebih mengejutkan, dampak buruk tersebut mulai terakumulasi di usia 36 tahun — jauh lebih dini daripada yang umum diperkirakan. Artinya, kerusakan tidak menunggu hingga seseorang tua, tetapi dimulai secara perlahan saat seseorang masih produktif dan aktif secara sosial maupun profesional.
Selain itu, semakin banyak kebiasaan negatif yang dimiliki dan semakin lama seseorang mempertahankannya, maka semakin buruk pula kondisi kesehatannya.
Kombinasi dari kebiasaan tersebut memperburuk kesejahteraan mental, mempercepat munculnya keluhan fisik, serta meningkatkan risiko sindrom metabolik yang berujung pada penyakit kronis seperti diabetes tipe 2, hipertensi, dan gangguan kardiovaskular.
Baca Juga: Viral! Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Tanggapi Kritik Aura Cinta Soal Wisuda Sekolah, Ternyata Pernah Daftar Pakai SKTM
“Kami ingin menekankan pentingnya melakukan intervensi dini terhadap gaya hidup yang merugikan kesehatan,” tegas Dr. Kekäläinen.
“Jika perilaku semacam ini tidak segera dihentikan, kerusakan yang ditimbulkan akan semakin menumpuk dan pada akhirnya berujung pada penurunan kualitas hidup secara drastis di usia tua.”
Para ahli menyarankan agar perubahan gaya hidup dilakukan sejak usia muda, termasuk berhenti merokok, membatasi alkohol, serta rutin berolahraga minimal 150 menit per minggu. Penyesuaian kecil yang konsisten dapat memberikan dampak besar terhadap kesehatan jangka panjang.
Sebagai tambahan, para peneliti juga merekomendasikan pendekatan berbasis komunitas dan dukungan kebijakan publik untuk mendorong masyarakat agar lebih sadar terhadap bahaya laten dari kebiasaan buruk.
Baca Juga: Al Haris Resmi Pimpin DPW PAN Jambi 2025–2030, Siapkan Sekretaris 'Gagah' dan Konsolidasi Hingga Akar Rumput
Edukasi sejak sekolah dan lingkungan kerja yang mendukung gaya hidup sehat menjadi kunci dalam menekan lonjakan penyakit tidak menular yang kini menjadi beban besar bagi sistem kesehatan dunia.