MATAJAMBI.COM - Dalam beberapa tahun terakhir, istilah self-care atau perawatan diri telah menjadi mantra baru untuk menyikapi tekanan hidup. Tidak menjawab pesan selama seminggu?
“Aku sedang menjaga kesehatan mentalku.” Kalap belanja saat stres? “Aku pantas dimanjakan.” Maraton drama sampai dini hari? “Aku butuh waktu untuk diriku sendiri.”
Sekilas, semua terdengar wajar. Di tengah dunia yang penuh tuntutan, merawat diri memang bukan pilihan, tapi kebutuhan. Namun, di balik slogan dan kutipan motivasi Instagram itu, sering kali tersembunyi perilaku yang justru menjauhkan kita dari kesehatan mental yang sebenarnya.
Fenomena ini mengaburkan batas antara perawatan diri sejati dan mekanisme pelarian. Saat segala bentuk penghindaran dan kebiasaan impulsif dibungkus dengan label “healing,” kita berisiko menormalkan kebiasaan-kebiasaan yang merusak diri dalam jangka panjang.
Inilah lima kebiasaan yang sering disangka self-care, padahal diam-diam menghancurkan:
1. Menghindari Konflik dengan Memutus Hubungan Secara Sepihak
Menjaga jarak dari orang yang toxic memang bagian dari self-care. Tapi bukan berarti setiap ketidaknyamanan harus direspons dengan memutus komunikasi secara tiba-tiba.
Tanpa penjelasan atau dialog, yang kita lakukan bukanlah perlindungan diri — tapi penghindaran emosional. Terkadang, justru melalui percakapan sulitlah kita tumbuh dan memperkuat relasi.
2. Belanja Impulsif Demi “Menenangkan Diri”
Tak ada yang salah dengan memanjakan diri sesekali. Tapi ketika stres selalu direspons dengan check-out keranjang belanja online, kita sedang membangun kebiasaan penghindaran berbasis dopamin instan.
Perawatan diri sejati juga mencakup disiplin keuangan, membuat anggaran, dan mengelola emosi tanpa harus mengandalkan transaksi.
3. Menunda Kewajiban dengan Dalih “Istirahat”
Istirahat itu penting — tetapi membiarkan tugas menumpuk, melewatkan deadline, dan menghilang dari tanggung jawab atas nama ‘recharge’ justru menciptakan stres baru.
Self-care bukan berarti kabur dari hidup. Tantangan sebenarnya justru ada dalam menemukan ritme yang seimbang antara bekerja, beristirahat, dan bertumbuh.