Ruko itu dijual untuk melunasi utang almarhum H. Syahrial di sebuah bank swasta. Sertifikat rumah dijadikan jaminan demi membantu pembebasan bersyarat anaknya, Sufriansyah, yang tersandung kasus hukum.Namun, salah satu ahli waris, Toni Ardiansyah, diketahui belum ikut hadir dalam proses awal penandatanganan.
Dalam proses jual beli tersebut, suami drg FA yang merupakan dosen UIN Jambi sama sekali tidak terlibat.
Pada saat kesepakatan dibuat, ia berada di Jakarta dan tidak mengetahui detail perjanjian tersebut.
Bahkan saat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) ditandatangani di hadapan notaris atas permintaan Ricki Wijaya, sang dosen juga tidak hadir.
Dalam PPJB yang sah secara hukum, tercantum pada Pasal 4 bahwa apabila terjadi perselisihan, penyelesaian harus ditempuh melalui Pengadilan Negeri Jambi, bukan melalui media massa maupun tindakan di luar jalur hukum.
Hal ini menunjukkan bahwa langkah yang ditempuh Heriyanto SB justru bertentangan dengan kesepakatan hukum yang berlaku.
Kasus ini kian memanas karena Ricki Wijaya disebut sudah mengingkari kesepakatan dengan menimbulkan kerugian berupa kehilangan uang muka (DP) sebesar Rp600 juta.Sementara itu, cicilan pembayaran yang dilakukan Ricki Wijaya kepada drg FA digunakan untuk melunasi jaminan sertifikat di bank, membayar pajak tanah, biaya notaris, serta kebutuhan administratif lain terkait jual beli.
Saat ini proses hukum terhadap laporan fitnah dan pencemaran nama baik yang menjerat Heriyanto SB serta Ricki Wijaya masih berjalan di Polda Jambi.
Pihak pelapor berharap agar kasus ini bisa segera naik ke tahap penyidikan dan mendapat keadilan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kasus ini sekaligus menjadi peringatan bahwa perjanjian sah yang sudah ditandatangani di hadapan notaris harus dihormati oleh semua pihak, dan segala bentuk penyelesaian sengketa hendaknya ditempuh melalui jalur hukum, bukan dengan menyebarkan fitnah maupun membentuk opini menyesatkan di ruang publik.