BATANGHARI, MATAJAMBI.COM - Ketegangan terjadi di Desa Sukaramai, Kecamatan Muara Tembesi, Kabupaten Batanghari, Jambi, saat sejumlah warga nekat menghentikan dan menahan dua unit tongkang pengangkut batu bara yang sedang bersandar di pinggiran Sungai Batanghari.
Aksi penahanan ini dipicu oleh keresahan warga yang merasa lingkungan mereka semakin rusak akibat aktivitas tongkang batu bara yang kerap bersandar secara semena-mena di tepian sungai.
Tidak hanya menutup akses warga, tongkang-tongkang ini juga dianggap sebagai penyebab utama terjadinya abrasi atau longsor di sepanjang bantaran sungai.
Pantauan di lokasi menunjukkan adanya beberapa tongkang besar yang diparkir begitu saja di bibir sungai. Bahkan, sebagian kapal ditambatkan menggunakan tali yang diikat ke pohon-pohon di sekitar tepian, yang kini terlihat miring dan nyaris roboh karena tanah penyangganya terkikis air sungai.
Baca Juga: Heboh! Mobil Tangki Elnusa Petrofin Diduga 'Kencing' Sembarangan, Begini Kronologinya
Menurut pengakuan Ismar, salah satu pemilik lahan yang terkena dampak sekaligus perwakilan dari enam warga lainnya, konflik terkait aktivitas angkutan batu bara lewat jalur sungai ini sudah berlangsung sejak dua tahun terakhir. Namun, hingga kini belum ada penyelesaian nyata dari pihak perusahaan ataupun para operator kapal.
“Kami sudah terlalu sabar. Sudah dua tahun kami menghadapi masalah ini, tapi tongkang-tongkang ini terus saja kembali dan merusak tanah kami. Mereka seperti tak punya etika, datang dan menambatkan kapal seenaknya di lahan pribadi tanpa izin,” ujar Ismar kepada wartawan.
Ia menegaskan bahwa penahanan dua tongkang ini bukan tanpa alasan. Menurutnya, dua tongkang tersebut ditahan karena dianggap sebagai simbol dari kelalaian kolektif para pelaku usaha angkutan batu bara yang tidak memperhatikan dampak lingkungan.
Karena merasa tidak adil jika hanya dua yang ditahan, warga akhirnya memutuskan untuk menahan seluruh tongkang yang bersandar di lokasi tersebut.
Baca Juga: BRI Mediapreneur Talks Promedia Bakal Digelar di Kota Serang, Banten: Bahas Tuntas Tantangan Jurnalis di Era Digital
“Kami tak lagi ingin mencari siapa yang salah secara individu. Yang penting, semuanya harus bertanggung jawab. Kami hanya menuntut ganti rugi atas kerusakan yang terjadi,” tambah Ismar.
Keenam pemilik lahan menyebut bahwa sebagian besar tanah mereka sudah terkikis dan jatuh ke dalam sungai.
Dari penghitungan kasar, setidaknya tujuh tumbuk (satuan lokal setara dengan sekitar 16 meter persegi) tanah milik masing-masing warga telah hilang akibat abrasi yang diduga kuat disebabkan oleh aktivitas tongkang yang parkir di bibir sungai.
Akibat abrasi tersebut, batas-batas tanah yang tercatat dalam sertifikat kepemilikan kini menyusut secara drastis. Warga khawatir jika dibiarkan berlarut, mereka akan kehilangan hak atas tanah secara legal.