Metronews

Heboh Dugaan Pemaksaan Lepas Hijab di RS Medistra, MUI dan DPRD DKI Minta Investigasi Segera

0

0

matajambi |

Senin, 02 Sep 2024 10:19 WIB

Reporter : Adri

Editor : Adri

Caption Gambar

Berita Terkini, Eksklusif di Whatsapp

+ Gabung

JAKARTA, MATAJAMBI.COM - Di tengah upaya Indonesia menjadi negara yang inklusif dan menghargai keberagaman, muncul dugaan kebijakan diskriminatif di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan, yang mengejutkan banyak pihak. Isu ini mencuat setelah adanya surat dari DR. dr. Diani Kartini SpB, subsp.Onk(K), yang menyebut bahwa dalam wawancara penerimaan tenaga medis di RS tersebut, terdapat pertanyaan yang menyinggung kesediaan calon pekerja untuk membuka hijab jika diterima bekerja.

Dugaan kebijakan ini sontak menuai kontroversi dan mengundang reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan DPRD DKI Jakarta. Mereka menilai, tindakan tersebut bukan hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai agama dan konstitusi.

Kecaman MUI: Diskriminasi yang Tidak Etis dan Bertentangan dengan Konstitusi

Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas, dengan tegas mengecam dugaan kebijakan diskriminatif tersebut. Menurutnya, jika benar bahwa RS Medistra meminta calon tenaga medis untuk membuka hijab sebagai syarat bekerja, maka tindakan ini sangat tidak etis dan melanggar Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama.

"Dugaan ini bukan hanya melukai hati umat Islam, tetapi juga merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan konstitusi," ujar Anwar Abbas dalam pernyataan tertulisnya. Ia menambahkan bahwa kebijakan semacam ini menunjukkan kurangnya pemahaman tentang pentingnya menghormati keyakinan agama dalam lingkungan kerja.

Baca Juga : 7 Tanda-Tanda Hubungan Asmara Penuh Toxic, Kenali Gejala dan Cari Solusinya Di Sini

MUI juga mendesak manajemen RS Medistra untuk segera memberikan klarifikasi terkait isu ini dan meminta Kementerian Kesehatan turun tangan melakukan investigasi mendalam. Menurut MUI, pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh institusi kesehatan di Indonesia menghormati hak asasi manusia dan tidak menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan norma agama dan moral.

Respons DPRD DKI Jakarta: Seruan untuk Investigasi dan Klarifikasi

Ketua Sementara DPRD DKI Jakarta, Achmad Yani, turut mengutuk dugaan diskriminasi ini dan menyerukan agar Dinas Kesehatan DKI Jakarta segera melakukan investigasi. Achmad Yani, yang juga merupakan politisi dari Fraksi PKS, menegaskan bahwa hak seseorang untuk menjalankan keyakinannya tidak boleh dihalangi, apalagi dalam lingkungan kerja.

"Tindakan seperti ini, jika terbukti benar, merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang serius. Kita tidak boleh membiarkan praktik diskriminatif seperti ini berlangsung di era modern ini," ujar Yani. Ia menambahkan bahwa pihak RS Medistra harus segera memberikan penjelasan untuk meredam keresahan publik yang telah meluas akibat isu ini.

Sebagai bentuk dukungan terhadap masyarakat yang merasa dirugikan oleh dugaan kebijakan ini, Yani membuka kanal aspirasi bagi warga Jakarta yang ingin melaporkan tindakan serupa. Ia menegaskan bahwa Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta siap membela hak rakyat dan memastikan tidak ada lagi tindakan diskriminatif yang terjadi.

Tuntutan untuk Revisi Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024

Di tengah kontroversi ini, MUI juga mengangkat isu yang lebih luas, yakni perlunya revisi Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024. MUI menilai, peraturan ini perlu diperbaiki agar lebih memperhatikan norma agama dan moral, terutama dalam konteks penerapan kebijakan di sektor kesehatan.

Baca Juga : Kronologi Bocah SD Dibully, Dipaksa Makan Roti Isi Tusuk Gigi Plastik

Menurut MUI, aturan yang ada saat ini cenderung kurang sensitif terhadap kebutuhan spiritual dan moral tenaga kerja, yang seharusnya dijamin oleh konstitusi. Oleh karena itu, mereka meminta pemerintah untuk segera melakukan revisi agar tidak terjadi lagi kasus-kasus diskriminasi yang melanggar hak asasi manusia.

Share :

KOMENTAR

Konten komentar merupakan tanggung jawab pengguna dan diatur sesuai ketentuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Komentar

BERITA TERKAIT


BERITA TERKINI


BERITA POPULER