MATAJAMBI.COM - Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, memberikan tanggapan atas kritik yang muncul terkait pembahasan revisi Undang-Undang TNI yang dilakukan di Hotel Fairmont, Jakarta.
Menurutnya, penggunaan hotel berbintang sebagai lokasi rapat bukanlah hal baru dalam kegiatan legislatif. Ia menegaskan bahwa metode ini telah digunakan dalam pembahasan berbagai undang-undang sebelumnya.
"Rapat di hotel seperti ini sudah sering dilakukan. Coba lihat kembali, Undang-Undang Kejaksaan pernah dibahas di Hotel Sheraton, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Intercontinental. Tapi kenapa baru sekarang ramai dipersoalkan?" ujar Utut di Hotel Fairmont, Sabtu malam, 15 Maret 2025.
Utut juga menyoroti bahwa metode "konsinyering" yang digunakan dalam rapat ini bertujuan untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dengan menyatukan peserta dalam satu tempat agar lebih fokus dan produktif.
Baca Juga: Bank Indonesia Buka Layanan Penukaran Uang Baru Lebaran 2025, Simak Jadwal dan Cara Pemesanannya!"Konsinyering ini memungkinkan kita untuk mendiskusikan hal-hal penting dengan lebih efisien dan tanpa gangguan. Jadi, ini bukan sekadar rapat biasa, tetapi sebuah mekanisme percepatan," jelasnya sebelum kembali memasuki ruang rapat.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, menegaskan bahwa rapat ini telah sesuai dengan Tata Tertib DPR Pasal 254, yang memperbolehkan pelaksanaan rapat di luar Gedung DPR dalam situasi tertentu.
"Kami telah mengevaluasi beberapa hotel, ada sekitar lima hingga enam opsi yang dipertimbangkan, dan akhirnya dipilih yang paling sesuai dengan kebutuhan pembahasan RUU ini," ujarnya.
Indra juga menyebut bahwa pemilihan Hotel Fairmont telah mempertimbangkan efisiensi anggaran, dengan adanya kerja sama khusus antara pihak hotel dan DPR.
Baca Juga: Di Hadapan DPRD, Sekda Muaro Jambi Soroti Pentingnya Cadangan Pangan Daerah
"Hotel yang kita pilih memiliki government rate, sehingga biayanya tetap terkendali dan tidak berlebihan," tambahnya.
Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan bahwa revisi UU TNI ini dirancang untuk memperkuat institusi militer dengan empat poin utama, yaitu modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista), pembatasan penugasan TNI dalam operasi non-militer, peningkatan kesejahteraan prajurit, serta perubahan usia pensiun.