MATAJAMBI.COM - Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang dokter kandungan di Garut, Jawa Barat, kini terus menuai sorotan publik.
Jumlah korban yang melapor pun kian bertambah, bahkan tak hanya berasal dari kalangan pasien, tetapi juga mencakup tenaga kesehatan lainnya seperti bidan dan perawat.
Insiden ini pertama kali viral di media sosial setelah beredar rekaman CCTV dari sebuah klinik swasta di Garut. Dalam video tersebut, terlihat jelas bagaimana sang dokter yang seharusnya melakukan pemeriksaan USG, justru melakukan tindakan tak senonoh.
Tangan kanannya tampak masuk ke dalam pakaian pasien dan menyentuh area sensitif bagian dada, tindakan yang tentu saja jauh di luar prosedur medis standar.
Baca Juga: Misteri Mayat Mengapung di Sungai Batang Tembesi Terkuak: Korban Ternyata Warga Aur Gading
Informasi semakin menguat setelah seorang influencer kesehatan yang juga merupakan dokter, dr. Purnawan Senoaji, membagikan sejumlah tangkapan layar dari pesan langsung (DM) yang diterimanya melalui Instagram.
Dalam unggahan Instagram Story pada Selasa, 15 April 2025, ia mengungkapkan bahwa pelaku tak hanya menyasar pasien, tetapi juga rekan seprofesi.
Salah satu pengakuan dari tenaga kesehatan berbunyi, “Dia tiba-tiba masuk ke ruangan, mendekatiku, lalu meraba bagian pinggang sampai bawah.
Aku shock, gemetar, tapi nggak bisa berbuat apa-apa.” Pesan ini menunjukkan betapa intimidatif dan tak beretika tindakan sang dokter terhadap sesama nakes.
Baca Juga: Hancur Lebur di Perempat Final! Timnas Indonesia U-17 Dibantai Korea Utara 0-6, Nova Arianto: Ini Pelajaran Pahit Menuju Piala Dunia
Tak berhenti di situ, dalam DM lainnya disebutkan bahwa dokter yang diduga berinisial MSF itu sering menghubungi bidan-bidan yang berkonsultasi dengannya. Ia mengajak mereka bertemu secara pribadi dan menghindari pertemuan dalam kelompok.
“Dia suka ngajakin makan, tapi nggak mau ramai-ramai, mintanya selalu berdua,” tulis salah satu korban.
dr. Purnawan pun menambahkan dalam unggahannya, “Ini sudah kelewat batas. Korbannya bukan cuma pasien hamil, tapi juga perempuan lain yang tak berdaya dalam sistem kerja yang hierarkis.”