Meski mayoritas muatannya berasal dari China, penelitian arkeolog menunjukkan bahwa kapal karam tersebut kemungkinan besar dibuat di Nusantara, bukan di China ataupun Arab.Hal ini diperkuat oleh kesamaan jenis keramik yang ditemukan di Cirebon dengan temuan di Sumatera Selatan, khususnya Palembang, yang pada masa itu merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya.
“Temuan ini menunjukkan adanya hubungan erat antara jalur perdagangan Nusantara dengan kerajaan besar Asia,” jelas Eka.
Selain keramik, penelitian yang dilakukan Michael S. Krzemnick dan tim berhasil mengungkap kekayaan lain dari kapal karam ini.
Tercatat lebih dari 12.000 butir mutiara, ribuan batu permata, hingga emas turut ditemukan dari lokasi tersebut.
“Penemuan ini luar biasa, karena memberi bukti nyata bahwa jalur perdagangan global sudah berlangsung lebih dari seribu tahun lalu,” ungkap Michael dalam jurnalnya Radiocarbon Age Dating of 1,000-Year-Old Pearls from the Cirebon Shipwreck (2017).Hingga kini, penemuan kapal karam yang kemudian dikenal dengan sebutan Cirebon Wreck menjadi salah satu penemuan arkeologi paling monumental di Indonesia.
Bukan hanya soal harta karun, tetapi juga sebagai pengingat betapa strategisnya peran Nusantara dalam peta perdagangan global pada masa lampau.
Sebuah kisah berawal dari jaring seorang nelayan, yang akhirnya membuka tabir sejarah dan menghubungkan peradaban besar Asia dengan jalur maritim Indonesia ribuan tahun silam.