MATAJAMBI.COM - Menjelang perayaan Idulfitri 2025, tren tarian THR atau yang juga disebut sebagai ‘tarian pemanggil THR’ menjadi fenomena baru yang viral di media sosial.
Tarian ini banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia dan dianggap sebagai bagian dari euforia menyambut Lebaran.
Tarian THR mulai menarik perhatian setelah sejumlah konten kreator membagikan video mereka dengan gerakan khas yang ceria dan mudah diikuti.
Beberapa variasi gerakan yang paling populer meliputi langkah ke kanan dan ke kiri, lompatan kecil ke depan dan ke belakang, serta gerakan kaki yang dilakukan secara serempak.
Baca Juga: Viral di Indonesia! Tren AI ChatGPT Bergaya Ghibli Bikin Pemilik Studio Ghibli Merasa Terhina
Video-video tersebut dengan cepat menyebar di berbagai platform seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, hingga akhirnya menjadi tren nasional.
Namun, di tengah popularitasnya, tarian THR justru menuai kontroversi. Sejumlah pihak menyoroti kemiripan gerakan tarian ini dengan Hora, sebuah tarian tradisional yang berasal dari budaya Yahudi.
Hora sendiri merupakan bagian dari perayaan dan identitas bangsa Israel yang sudah ada sejak lama. Biasanya, tarian ini dilakukan secara berkelompok dalam formasi melingkar dan menjadi bagian dari acara kebudayaan serta keagamaan di kalangan Yahudi.
Kemiripan antara tarian THR dan Hora memicu reaksi beragam dari masyarakat. Sebagian menilai bahwa tarian ini hanya sekadar hiburan tanpa maksud tertentu.
Baca Juga: Viral Potret Lebaran Keluarga Andre Rosiade, Pratama Arhan Tak Hadir? Ini Penjelasan Lengkapnya
Namun, ada pula yang menganggap bahwa masyarakat harus lebih selektif dalam mengikuti tren, terutama jika berpotensi menimbulkan perdebatan budaya dan agama.
Dalam konteks keagamaan, beberapa tokoh menyoroti bahwa meniru budaya lain tanpa memahami maknanya bisa menimbulkan polemik. Hadis yang sering dikutip dalam diskusi ini berbunyi: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Daud dan Ahmad).
Di sisi lain, beberapa ahli budaya menilai bahwa fenomena seperti ini sering terjadi dalam era digital, di mana tren dapat berkembang secara cepat tanpa disadari asal-usulnya.
Menurut mereka, yang terpenting adalah bagaimana masyarakat menanggapi fenomena tersebut dengan bijak dan tetap berpegang pada nilai budaya serta identitas lokal.
Baca Juga: Terungkap! Jurnalis Banjarbaru Rekam Detik-Detik Sebelum Dibunuh, Ini Bukti Mengerikannya