Menurutnya, karakteristik meteor di Cirebon berbeda karena hanya muncul satu benda besar dengan efek gelombang kejut yang kuat.“Hujan meteor Draconid berasal dari sisa komet 21P Giacobini-Zinner dan biasanya menghasilkan serpihan kecil yang terbakar di atmosfer.
Sementara yang terlihat di Cirebon adalah meteor tunggal dengan ukuran jauh lebih besar,” paparnya.
Sementara itu, BMKG Stasiun Kertajati masih mengumpulkan data tambahan untuk memastikan penyebab dentuman keras yang terdengar setelah kemunculan cahaya tersebut.
Kepala Tim Kerja Prakiraan, Data, dan Informasi BMKG Kertajati, Muhammad Syifaul Fuad, menjelaskan bahwa dentuman bisa disebabkan oleh berbagai faktor seperti gempa kecil, petir, atau longsoran.
Namun, pada saat kejadian, kondisi cuaca di Cirebon dilaporkan cerah berawan tanpa indikasi awan konvektif.“Biasanya suara ledakan bisa muncul akibat sambaran petir, tetapi dari citra satelit tidak ditemukan adanya awan konvektif di sekitar lokasi,” kata Fuad. Ia menambahkan, hingga kini tidak terdeteksi adanya fenomena cuaca ekstrem yang berkaitan langsung dengan suara dentuman tersebut.
Hingga kini, tim dari BRIN dan BMKG masih melakukan pengumpulan data untuk menentukan secara pasti lokasi jatuhnya meteor di perairan Laut Jawa.
Masyarakat diimbau agar tidak panik dan segera melaporkan kepada pihak berwenang jika menemukan benda asing yang mencurigakan di sekitar wilayah pesisir utara Jawa.
Fenomena ini menjadi salah satu kejadian astronomi langka yang menarik perhatian publik di Indonesia. Selain memperkaya pengetahuan tentang aktivitas benda langit, peristiwa ini juga menjadi pengingat bahwa alam semesta masih menyimpan banyak misteri yang menakjubkan.