MATAJAMBI.COM - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang resmi menggelar sidang perdana untuk terdakwa Hevearita Gunaryanti Rahayu, mantan Wali Kota Semarang, pada Senin 21 April 2025.
Perempuan yang akrab disapa Mbak Ita ini didakwa dalam perkara dugaan penyalahgunaan wewenang terkait pemotongan insentif pegawai di lingkungan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Menurut dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rio Vernika Putra, Mbak Ita diduga menyetujui pengambilan sebagian dana insentif pegawai sebagai ‘iuran kebersamaan’.
Dana ini tidak masuk dalam pos anggaran resmi, namun dipakai untuk membiayai berbagai kegiatan politik dan acara non-formal yang disebut-sebut demi meningkatkan elektabilitas dirinya menjelang kontestasi Pemilihan Wali Kota Semarang 2024.
Baca Juga: Wabup Batanghari Tegaskan Komitmen Lindungi Masyarakat Lewat Program Pangan Aman BPOM 2025
Salah satu kegiatan yang menggunakan dana tersebut adalah lomba memasak bertajuk “Nasi Goreng Khas Mbak Ita” yang digelar pada Juni 2023. Acara ini diklaim sebagai bagian dari peringatan HUT ke-78 Republik Indonesia, namun dalam pelaksanaannya justru sarat nuansa politis.
Acara tersebut bahkan turut menghadirkan penyanyi populer Denny Caknan dengan tarif honorarium mencapai Rp161 juta, yang menurut JPU dibebankan kepada Bapenda melalui dana potongan insentif pegawai.
“Dana untuk membayar artis Denny Caknan sebesar Rp161 juta diambil dari iuran kebersamaan yang berasal dari potongan insentif pegawai,” ujar JPU Rio Vernika dalam persidangan.
Tak hanya mendanai penampilan artis, dana senilai total Rp222 juta juga digunakan untuk mendukung keseluruhan pelaksanaan lomba yang melibatkan kelompok ibu-ibu dari berbagai RW se-Kota Semarang.
Baca Juga: Bupati Muaro Jambi Tegaskan Komitmen Jadikan Daerah Ramah Anak Lewat Verifikasi KLA MUARO
Tiap kelompok peserta diwajibkan tak hanya memasak nasi goreng, namun juga menyusun video dokumentasi dan membuat yel-yel sebagai bentuk dukungan simbolis terhadap Mbak Ita.
KPK menduga bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari strategi kampanye terselubung, memanfaatkan dana negara dan kedekatan struktural Mbak Ita dengan institusi pemerintahan untuk kepentingan pribadi dan elektoral.
Sejumlah pengamat hukum menilai kasus ini berpotensi menjadi preseden penting bagi pengawasan dana insentif ASN serta transparansi penggunaan anggaran nonformal oleh kepala daerah. Bila terbukti bersalah, Mbak Ita dapat dijerat dengan pasal-pasal pidana korupsi yang ancamannya bisa mencapai belasan tahun penjara.