JAMBI, MATAJAMBI.COM
Massa aksi ini menyerukan penolakan Revisi Undang-undang (RUU) tentang Penyiaran yang dikeluarkan Maret 2024.
Baca Juga : Jangan Sampai Salah! Ini 7 Pemicu Depresi dan Cara Mengatasinya
Mereka silih berganti melakukan orasi di halaman gedung DPRD. Tidak hanya berorasi, mereka ‘menegakkan’ sejumlah spanduk berisikan kalimat tuntutan, protes, kritikan, dan pernyataan dampak buruk RUU Penyiaran.
Misalnya “Jangan Larang Liputan Investigasi Eksklusif”, “Tindakan Aparat Brutal Pembungkaman UU Pers”, hingga “Kembali ke UU No. 40/1999”.
Koalisi ini menilai RUU Penyiaran merupakan ancaman kebebasan pers dan kebebasan berekspresi. Hak masyarakat mendapatkan informasi terkikis bila RUU Penyiaran rampung dan disahkan sebagai undang-undang.
Pemerintah dan dewan perwakilan rakyat, melalui RUU Penyiaran, mewujudkan kendali berlebih (overcontrolling) terhadap ruang gerak warga negaranya. Ini mengkhianati semangat demokratis yang terwujud melalui Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers; undangundang yang dibuat untuk melindungi kerja-kerja jurnalistik serta menjamin pemenuhan hak publik atas informasi. Pada Pasal 50B Ayat 2 RUU Penyiaran, terdapat larangan penayangan konten eksklusif jurnalisme investigasi.
Baca Juga : Guardiola Beberkan Kesalahannya Saat Manchester City di Tumbangkan Oleh Manchester United
Larangan ini menunjukkan ketakutan terbongkarnya permasalahan yang penting untuk diketahui publik. Tidak hanya itu, larangan ini juga merupakan bentuk keengganan pemerintah dalam melakukan pembenahan. Alih-alih memanfaatkan produk jurnalistik investigasi eksklusif untuk mengatasi persoalan negara, kanal informasi ini malah dilarang.
Tidak hanya itu, kata Adrianus masih ada beberapa pasal kontroversial yang mengancam kebebasan pers dan menghalangi tugas jurnalistik.
"Kami memandang pasal yang multi-tafsir dan membingungkan ini menjadi alat kekuasaan untuk membungkam pers dan mengancam kemerdekaan pers,” katanya.