JAKARTA, MATAJAMBI.COM - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menekankan pentingnya mencatat dan mengamati gempa, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Jepang selama lebih dari 1.000 tahun. Dalam sebuah webinar bertajuk "Waspada Gempa Megathrust" yang diadakan oleh Departemen Teknik Geofisika ITS bersama PVMBG pada Selasa, 20 Agustus 2024, Dwikorita menceritakan bagaimana Jepang telah lama memonitor aktivitas gempa dengan sangat teliti, sistematis, dan runut. Hal ini membuat publik Jepang terus waspada dan tidak mudah melupakan kejadian bencana, bahkan terus menggali sejarah gempa dan tsunami untuk memperbaiki mitigasi bencana.
Menurut Dwikorita, BMKG pun belajar dari Jepang, termasuk bekerja sama dengan Indian Ocean Tsunami Early Warning and Mitigation System untuk menggali sejarah gempa masa lalu.
"Masyarakat di sana sangat kompak dalam menggali sejarah bencana untuk kepentingan mitigasi, bukan untuk menimbulkan kepanikan," ujarnya. Ia menekankan bahwa tujuan menggali sejarah adalah untuk mengevaluasi dan menyempurnakan mitigasi, bukan untuk menimbulkan ketakutan.
Dwikorita juga menceritakan bagaimana BMKG pernah dipanggil oleh pihak Kepolisian pada tahun 2018 setelah informasi mengenai gempa yang mereka sampaikan sempat membuat heboh masyarakat.
Baca Juga : Pejabat Intelijen AS Ungkap Dalang Dibalik Peretasan Kampanye Calon Presiden Donald Trump
"Pada awalnya, masyarakat menjadi kaget, gumun, dan heboh. Kami diinterogasi dan dipanggil Polda. Namun, sekarang kami sudah menjadi lebih erat dengan Polda," tuturnya.
Ia menekankan pentingnya transparansi dalam menyampaikan informasi mengenai potensi bencana, tanpa pengingkaran. "Kami belajar dari Jepang, dan kami katakan memang ada potensi gempa, tetapi tujuannya bukan untuk menimbulkan kecemasan, melainkan untuk menyempurnakan mitigasi," tambahnya.
Dwikorita juga mengingatkan bahwa Indonesia merupakan wilayah yang rawan gempa kuat dan tsunami akibat banyaknya sumber gempa, tidak hanya dari megathrust. Ia menyoroti pentingnya memetakan patahan aktif yang ada di darat bersama BRIN dan perguruan tinggi, serta memperingatkan bahwa potensi gempa dan tsunami akan selalu ada.
"Informasi potensi gempa dan tsunami bukan prediksi atau peringatan dini, tetapi merupakan upaya persiapan untuk mencegah risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa," pungkasnya.*