JAKARTA, MATAJAMBI.COM - Pada Rabu, 23 Oktober 2024, Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur.
Ketiga hakim yang terlibat adalah Erintuah Damanik (ED) sebagai Ketua Majelis Hakim, Mangapul (M), dan Heru Hanindyo (HH) sebagai anggota majelis hakim. Dalam operasi yang sama, Kejagung juga menangkap pengacara Gregorius Ronald Tannur, Lisa Rahmat (LR), di Jakarta.
Kasus ini bermula dari vonis bebas yang diberikan kepada Ronald Tannur, anak politisi DPR RI Fraksi PKB, Edward Tannur. Ronald sebelumnya didakwa atas kasus penganiayaan yang menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti, namun vonis bebas tersebut memicu kecurigaan publik.
Kejaksaan Agung, melalui Tim Penyelidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), kemudian memulai investigasi intensif atas dugaan suap yang melibatkan hakim-hakim PN Surabaya.
Baca Juga : Ketegangan Memuncak di Bangladesh, Mahasiswa Desak Pengunduran Diri Presiden Shahabuddin
Pengacara Ronald, Lisa Rahmat, ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap kepada tiga hakim yang membebaskan kliennya. Kejaksaan menemukan sejumlah bukti kuat, termasuk uang tunai miliaran rupiah, yang menjadi dasar untuk menahan para tersangka.
Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jampidsus, mengungkapkan bahwa timnya telah mengantongi dua alat bukti berupa transaksi keuangan dan komunikasi mencurigakan antara para tersangka.
Hasil penggeledahan di properti milik para tersangka, baik di Surabaya maupun Jakarta, juga menghasilkan temuan yang signifikan. Di kediaman Lisa Rahmat, penyidik menemukan uang tunai sebesar Rp 1,1 miliar, 450 dolar AS, 717.043 dolar Singapura, serta catatan transaksi.
Selain itu, uang tunai dalam berbagai mata uang juga ditemukan di rumah para hakim, seperti Rp 97 juta, 35.992 ringgit Malaysia, serta beberapa barang elektronik.
Kasus ini bermula pada Oktober 2023, ketika Ronald Tannur didakwa atas penganiayaan yang menyebabkan kematian pacarnya, Dini Sera Afrianti. Meski awalnya dituntut dengan berbagai pasal KUHP terkait penganiayaan, pada Juli 2024, majelis hakim yang dipimpin oleh Erintuah Damanik memutuskan membebaskan Ronald dari semua dakwaan. Keputusan ini menuai kontroversi, sehingga Kejaksaan Agung mulai mengawasi kasus ini lebih lanjut.
Baca Juga : Ketegangan Memuncak di Bangladesh, Mahasiswa Desak Pengunduran Diri Presiden Shahabuddin
Dengan tertangkapnya para hakim dan pengacara dalam kasus suap ini, Kejaksaan Agung memastikan bahwa reformasi peradilan sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kasus-kasus serupa di masa mendatang.
Para tersangka kini dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), dan proses hukum akan berjalan di pengadilan untuk mengungkap kebenaran kasus ini lebih lanjut.*